ANTISIPASI BERBAGAI PENYAKIT EKSOTIK PADA TERNAK DAN MENCEGAH MELUASNYA PMK DI INDONESIA, PEMERINTAH DIDORONG RAMPUNGKAN SECEPATNYA RPP KARANTINA


Dr. Ir. Arifin Tasrif, MSc.MM .Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor dan juga sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Quarantine Watch

Jakartanewsonline.com– Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak sapi yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menjadi perhatian besar pemerintah dalam hal ini Kementerian pertanian RI. Bahkan saat ini semakin merebak, dan kini telah merambah ke Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Dikhawatirkan PMK akan terus merambah kabupaten dan profinsi lainnya di Indonesia. Tentunya akan sangat berpengaruh terhadap persedian daging kurban pada hari raya Idul Adha yang akan jatuh pada awal Juli 2022 mendatang.

Hal ini disampaikan oleh Dr. Ir. Arifin Tasrif, MSc.MM .Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor dan juga sebagai Direktur Eksekutif Indonesia Quarantine Watch. Di sela-sela acara Kegiatan international webinar on Asian and Pacific Seed Alliance (APSA) belum lama ini di Bogor.

Arifin Tasrif yang juga sesepuh Kerukunan Keluarga Sulawesi selatan (KKSS) menjelaskan, hanya dalam waktu kurang dari 3 bulan (April s/d Juni 2022) Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak sapi telah merebak di hampir seluruh wilayah industry peternakan di Pulau Jawa, bahkan sudah memasuki wilayah perbatasan DKI Jakarta, seperti Tangerang dan Bekasi, serta di Jonggol Kabupaten Bogor. Kasus PMK yang pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022, dan telah mengalami peningkatan kasus rata-rata dua kali lipat setiap harinya. Kasus penyakit PMK ini di Indonesia kembali muncul setelah dinyatakan bebas PMK lebih dari tiga dekade lalu,” jelasnya.

Apabila dilihat dari sejarah perkembangan PMK di Indonesia dan keberhasilan Pemerintah melakukan pengendalian dan penanggulangan PMK sebenarnya hampir dikatakan sangat berhasil dari waktu ke waktu. Prestasi ini dicapai dengan susah payah. Ledakan wabah PMK pertama kali diketahui di Indonesia tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur, kemudian penyakit menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Kampanye vaksinasi massal memberantas PMK dimulai tahun 1974 sehingga pada periode 1980-1982 seolah PMK telah hilang. Tetapi tahun 1983 muncul lagi di Jawa Tengah dan menular kemana-mana. Melalui program vaksinasi secara teratur setiap tahun, wabah dapat dikendalikan dan kasus PMK tidak muncul lagi, dan puncaknya pada tahun 1986 Indonesia dinyatakan bebas PMK.

Mengingat betapa besarnya biaya, tanaga dan waktu yang sudah digunakan dimasa lampau untuk membebaskan nusantara ini dari PMK, perlu dilakukan usaha-usaha pencegahan agar wabah tersebut tidak terulang lagi di wilayah negeri kita.

Di tingkat dunia, Saat ini industri peternakan sedang mengalami kekacauan hebat, kasus penyakit sapi gila belum tuntas sudah disusul oleh wabah baru penyakit mulut dan kuku (PMK). Penyakit ini telah menyerang negara-negara di Amerika Selatan, Inggris, Perancis dan Belanda. Ancaman PMK demikian serius sehingga FAO menghimbau agar tiap-tiap negara memperkuat pengawasan secara mendetail dan menyeluruh lalu lintas ternak beserta produk turunannya. Dilaporkan merebaknya PMK di Inggris adalah mengamankan pintu masuk negara masing-masing dari penularan virus PMK dari daerah epidemik itu. Pers dunia memberitakan larangan-larangan impor produk hewan dan lainnya yang kemungkinan mengandung virus PMK dari Inggris, Perancis dan bahkan Uni Eropa. Juga tindakan-tindakan karantina dan pengamanan lainnya di pelabuhan laut maupun udara.

Seperti dilaporkan oleh Kementerian Pertanian bahwa penyakit mulut dan kuku (PMK) hingga saat ini sudah tersebar di 15 provinsi di Indonesia. Dari 15 provinsi terdeteksi di 52 kabupaten/ kota. Populasi ternak di 15 provinsi tersebut tercatat 13,8 juta ekor. Namun, dari jumlah populasi itu, yang benar-benar terdampak ditemukan kasus PMK pada populasi 3,9 juta ternak. Lalu yang benar-benar sudah dinyatakan positif kena PMK ada sekitar 13 ribuan ternak atau 0,36% dari populasi ternak terdampak. Dalam kaitan tersebut, Kementerian Pertanian bersama Kementerian Lembaga lainnya telah melakukan berbagai upaya dilakukan memperlihatkan perkembangan cukup menggembirakan, dimana ternak sembuh sebanyak 2.630 ekor atau 18,83% dan yang mati 99 ekor atau 0,71% dari ternak sakit.

Melihat makin meningkatnya ancaman penyebaran berbagai penyakit eksotik seperti pandemic COVID19, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Penyakit Cacar Monyet, serta masih teringat letupan penyakit flu babi di beberapa daerah yang disebabkan oleh African Swine Fever (ASF).

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka telah lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan (IHT) yang telah diundangkan pada bulan September 2019, berarti sudah sekitar 3 tahun (2019-2022) belum juga terbit aturan uturan turunannya yakni Rancangan Paraturan Pemerintah (RPP) Karantina sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang tersebut. Implementasi dan tindak lanjut Undang-Undang tersebut sangat diharapkan terlebih lagi munculnya berbagai ancaman masuk dan tersebarnya berbagai penyakit eksotik, serta kondisi dunia saat ini yang kurang menguntungkan dalam kaitannya dengan Ketersediaan Ketahanan Pangan Global akibat perang dan perubahan iklim sehingga banyak negara cenderung melakukan pengetatan ekspor untuk memenuhi stok pangan masing-masing. Hal tersebut akan sangat menganggu dalam permintaan Food Supply Chain antar negara.

Rancangan Peraturan Karantina sangat diharapkan untuk memperkuat sistem perkaranrtinaan hewan luar negeri dan di dalam negeri agar Perencanaan kontinjensi untuk potensi wabah untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang termasuk dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan PMK seperti pemusnahan secara manusiawi dari semua hewan kontak yang terinfeksi, pulih dan rentan PMK; pembuangan bangkai dan semua produk hewani secara layak; surveilans dan penelusuran ternak yang berpotensi terinfeksi atau terpapar; karantina dan kontrol yang ketat terhadap pergerakan ternak, peralatan, kendaraan, dan; desinfeksi menyeluruh tempat dan semua bahan yang terinfeksi (peralatan, mobil, pakaian, dll.)

Menurut Arifin Tasrif, Pentingnya penanganan cepat PMK terkait dengan kemudahan penyebaran virus melalui salah satu atau semua hal berikut: hewan yang terinfeksi yang baru dimasukkan ke dalam kawanan (membawa virus dalam air liur) kandang/bangunan yang terkontaminasi atau kendaraan pengangkut hewan yang terkontaminasi; bahan yang terkontaminasi seperti jerami, pakan, air, susu atau biologi; pakaian, alas kaki, atau peralatan yang terkontaminasi; daging yang terinfeksi virus atau produk hewan lain yang terkontaminasi (jika diberikan kepada hewan saat mentah atau dimasak dengan tidak benar); erosol yang terinfeksi (penyebaran virus dari properti yang terinfeksi melalui aliran udara).

Pada akhirnya, belajar dari kasus PMK dan beberapa ancaman penyakit eksotik lainnya, lahirnya RPP Karantina diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi jajaran Pejabat Karantina di seluruh Indonesia dalam melaksanakan sistem perkarantinaan di Indonesia secara profesional, mandiri dan modern,” tegas Arifin Tasrif. (Bhr)

Berita Terkait

Top