LAHAN PERTANIAN SELUAS 733 HEKTARE DI TASIKMALAYA TERANCAM KEKERINGAN
JAKARTANEWSon-Tasikmalaya, Musim tanam padi 2020 di Kabupaten Tasikmalaya, saat ini tercacat 733 Hektare Lahan Pertanian Tasikmalaya terancam Kekeringan dan masuk dalam kategori keadaan bencana alam kekeringan.
Pantauan media ke Tasikmalaya, Kamis (8/10/2020) melaporkan bahwa, Periode 16-31 Agustus 2020, total luas area kewaspadaan kekeringan mencapai 733 hektare. Sementara yang baru dilakukan penanganan seluas 312 hektare.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (DPKPP) Kabupaten Tasikmalaya Rika Rukanah menjelaskan, dari total luas lahan pertanian 3.461 hektare, di 12 kecamatan sudah mulai terdampak kekeringan dengan rata-rata usia tanam 21-91 hari.
Di Kecamatan Parungponteng, misalnya, luas lahan pertanian ada 48 hektare, dengan luas areal waspada kekeringan mencapai 23 hektare.
Kemudian, lanjut Rika, di Kecamatan Culamega, ada lahan seluas 1.166 hektare dengan luas areal waspada 75 hektare, Sodonghilir 716 hektare luas areal waspada 26 hektare, dan yang sudah dilakukan penanganan 26 hektare.
Kecamatan Tanjungjaya miliki 100 hektare lahan dengan areal waspada 35 hektare, Jatiwaras miliki 135 hektare lahan dengan areal waspada 20 hektare, Gunungtanjung miliki 97 hektare lahan dengan luas areal waspada 47 hektare. Upaya gilir giring yang sudah dilakukan penanganan sebanyak 10 hektare.
Mangunreja 350 hektare dengan luas areal waspada 18 hektare dan yang dilakukan penanganan seluas 18 hektare, Rajapolah 210 hektare dengan luas areal waspada 147 hektare dan yang dilakukan penanganan 22 hektare termasuk ada puso 13 hektare.
Kecamatan Jamanis 346 hektare dengan luas areal waspada 247 hektare dan luas penanganan 32 hektare sedangkan puso nya sembilan hektare. Kecamatan Ciawi 63 hektare dengan luas areal waspada 55 hektare dan luas penanganan 29 hektare.
Selanjutnya di Kecamatan Kadipaten 80 hektare dengan luas areal waspada 15 hektare dengan penanganan nol atau belum disentuh. Terakhir di Kecamatan Cibalong 150 hektare dengan luas areal waspada 25 hektare, sebagian sudah ada penanganan.
Menurut Rika, untuk proses penanganan luasan lahan persawahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah atau dinas di bantu penyuluh pertanian dan kelompok tani di lapangan, dengan mengatur saluran irigasi atau gilir giring.
“Jadi ada penjadwalannya, area persawahan dan blok mana yang dilakukan penanganan. Kelompok tani juga ada mitra irigasinya,” kata Rika.
Areal pertanian yang sudah mengalami dampak kekeringan, jelas Rika, memang debit airnya kurang atau lahan tada hujan. Jadi petani ketika musim penghujan baru menanam tanaman padi, untuk mengisi kekosongan lahan.
“Jadi jangan sampai lahan kosong, petani kalau ada air pasti ditanami padi, sehingga ketika tidak ada hujan menjadi salah satu kendala dilapangan. Kalau yang bukan lahan tada hujan, ada irigasi masih bisa dan pengairannya masih cukup,” terang Rika.
Adapun bentuk kepedulian atau program terhadap petani puso atau gagal panen, ungkap Rika, pemerintah daerah atau dinas sudah menyampaikan kepada petani, ada program asuransi usaha tani padi (AUTP), untuk menanggulangi resiko gagal panen akibat kekeringan atau terkena banjir serta serangan hama.
“Rata-rata petani tidak mau masuk program tersebut, sehingga baru terasa seperti sekarang ketika kemarau. Simpel sebenarnya, petani cuma bayar premi per hektar Rp 36 ribu, seharusnya Rp 180 ribu, karena ada subsidi dari pemerintah menjadi murah,” jelas Rika.
Rika menjelaskan setelah petani masuk program asuransi tersebut, ketika lahan pertaniannya terkena dampak kekeringan, dapat asuransi Rp 6 juta per hektarenya. (Bhr)