PETANI PADI DI KABUPATEN TEGAL KELUHKAN, MASIH TERKENDALA SOAL PENJUALAN HASIL PANENNYA


Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal, Ir.Toto Subandriyo, MM, saat wawancara diruangan kerjanya, Kamis pagi (8/4/2021) (Foto Bahar Jakartanewsonline.com)

 

Jakartanewsonline.com– Tegal, Kabupaten Tegal di Jawa Tengah merupakan daerah yang memproduksi berbagai macam komoditas hasil pertanian. Selain padi dan jagung, ada pula tanaman hortikultura yang tersebar di berbagai wilayah. Namun sayang, para petani di Tegal masih kesulitan dalam memasarkan hasil panen.

Gunadi salah seorang petani di Kabupaten Tegal mengatakan, saat panen padi ia dan petani lainnya masih terkendala untuk penjualan hasil panen nya. Tidak ada yang bisa menyerap hasil panen padi yang sesuai dengan harga ditingkat petani.

“Hasil panennya banyak dibeli oleh tengkulak dan pedagang dari luar kota Tegal. Tentunya kalau tengkulak yang beli hasil panen padinya harganya pun sangat rendah. Tidak sesuai dengan harga yang diharapkan. Ongkos produksi yang dikeluarkan saat tanam tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan saat panen,” kata Gunadi kepada media.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal, Ir. Toto Subandriyo MM, kepada wartawan media jakartanewsonline.com saat wawancara diruangan kerjanya, Kamis pagi  (8/4/2021) menjelaskan, hasil pertanian selama ini cukup melimpah. Tidak hanya padi, tapi juga tanaman hortikultura lainnya seperti jagun. Tetapi penyerapannya dikuasai oleh tengkulak dan pedagang dari luar Kabupaten tegal.

Menurut Toto, untuk produktivitas padi dengan luasan lahan 1 hektar bisa memproduksi 6,3 ton gabah kering giling per hektarnya. Artinya, kata Toto, hasil tersebut di atas rata rata yakni 6 ton per hektar,”katanya.

Toto juga mengatakan, di Kabupaten Tegal ini hasil utamanya adalah padi dan lumayan di atas rata rata. Kami bisa memproduksi 6,3 ton per hektarnya. Khusus padi, untuk pemasarannya sebelum-sebelumnya ini tidak ada masalah. Tetapi saat ini penyerapan hasil panen padi petani banyak diserap oleh tengkulak atau pedagang yang sengaja datang dari berbagai daerah diluar kabupaten Tegal untuk membeli hasil panen petani.

Petani sedang panen padi, keluhkan pembelian hasil panen padinya tidak diserap pemerintah

 

Selain persoalan penyerapan hasil panen padi petani di kabupaten tegal yang jadi kendala dilapangan, persoalan pupuk juga di Kabupaten Tegal jadi persoalan yang sangat krusial yang jadi permasalahan tiap musim tanam. Petani sering mengeluhkan tidak adanya pupuk dipasaran dan langka serta kuoata pupuk yang kurang.

“Terkait penyerapan hasil panen padi petani, Perum Bulog yang ditugaskan pemerintah untuk menyerap hasil panen padi petani tidak bisa berbuat banyak, karena terkendala pada aturan yang sebagai Perum yang tentunya juga harus mengejar ke untungan perusahaan.

“Ditambah lagi adanya issue pemerintah yang akan mengimpor beras dari luar yang menjadikan harga gabah jatuh ditingkat petani, yang semakin memberatkan para petani dengan biaya tanam tidak sebanding dengan hasil panen yang didapatkan saat panen.

Toto juga mengungkapkan sekaligus memberikan solusi terkait keluhan petani padi karena hasil panennya tidak diserap pemerintah pusat. Dicontohkannya,  Jaman pemerintahan Soeharto, ASN dan TNI POLRI  mendapatkan jatah beras dari pemerintah. Sebaiknya hal tersebut di dilaksanakan lagi agar petani padi tidak kesulitan menjual hasil panen padinya, bisa diserap langsung oleh pemerintah,” Ungkapnya.

Bulog kan sekarang kesulitan menyerap hasil panen petani, karena mungkin Bulog sekarang sudah tidakj menyalurkan beras Raskin lagi, diganti dengan bantuan lansung tunai (BLT),” kata Toto.

Komoditas lainnya selain padi dan jagung, hortikultura yang ada di Tegal antara lain bawang putih, aneka sayuran dan buah buahan. Para petani ini, kata Toto masih belum bisa memasarkan hasil panen secara maksimal.

Namun sayang, tidak semua petani di Tegal bernasib baik seperti petani padi, terutama adalah petani hortikultura. Di Tegal komoditas hortikultura cukup melimpah, hanya saja mereka masih terkendala dalam pemasaran hasil panen.

“Petani hortikultura di sini memproduksi bawang putih dan sayur mayur seperti di kawasan Guci. Kemudian di dataran rendah ada buah buahan seperti semangka melon dan buah buahan lain. Hasilnya dalam catatan kami (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan) cukup melimpah. Hanya saja mereka belum bisa memasarkan secara maksimal,” ungkapnya.

Dia mencontohkan, bawang putih produksi Tegal memiliki ciri khas aroma lebih wangi dibanding bawang putih dari daerah lain. Namun setelah masuknnya bawang putih impor, komoditas asal Tegal ini tersingkir dan kesulitan menjual hasil panen.

“Setelah ada impor bawang asal China, komoditas asal Tegal ini mulai tersingkir. Pasar lebih memilih produk impor yang ukurannya lebih besar dan harganya lebih murah. Kesulitan pemasaran ini juga berlaku bago komoditas lain, baik buah maupun sayur mayur,” kata Toto. (Bahar)

Berita Terkait

Top