SEKTOR PERTANIAN BANDUNG JABAR ALAMI PENINGKATAN PRODUKSI TAPI DAYA BELI TURUN


Jakartanewsonline.com– Bandung, Saat semua sektor terpukul pandemi, pertanian di Jawa Barat utamnya di Bandung dan sekitarnya justru mengalami peningkatan sebesar 7,64 persen secara year on year. Secara quarter to quarter, pertanian meningkat lebih besar, yakni 45,86 persen. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pertanian merupakan sektor andalan Jawa Barat (Jabar) dalam pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.

Informasi media dilapangan saat memantau kondisi pertanian di Bandung Jawa Barat, Kamis (17/9/2020) menyebutkan bahwa, kondisi pertanian di Bandung Jawa Barat saat ini alami peningkatan produksi pada hampir semua komoditas pertanian, seperti produksi cabai dan tomat yang melimpah, tetapi harga dua komoditas ini saat ini mulai anjlok. Misalnya harga cabai saat ini berkisar Rp 4 ribu per Kg ditingkat petani. Harga tomat juga tidak jauh beda dengan harga Cabai, turun drastis.

Petani di Jawa Barat utamanya di Bandung sangat berharap ada solusi dari pemerintah daerah ataupun pusat dalam hal ini dari kementerian Pertanian. Petani saat ini alami kerugian disebabkan anjloknya harga dua komoditas tersebut. Misalkan ada KUR atau Asuransi Tani yang bisa jadi solusi kerugian petani saat panen. Program Asuransi Tani dan KUR dari Ditjen Prasarana dan sarana Pertanian(PSP) Kementan bisa menjadi solusi tepat untuk menanggulangi kerugiaqn petani.

Menurut Ketua Pokja Ketahanan Pangan Satgas Pemulihan Ekonomi, Sonson Garsoni, meski sektor pertanian mengalami peningkatan saat pandemi, tetapi daya serap pasar menurun. Hal ini  dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan pelaku usaha di musim tanam selanjutnya. Oleh karena itu, pemberian kredit murah dan akses pemasaran, dan bantuan program usaha mesti dilakukan. Salah satu program yang ditawarkan Pokja Ketahanan Pangan adalah ekstensifikasi.

“Tidak perlu di areal tertentu karena bisa dilakukan ekstensifikasi di kawasan hutan, perkebunan, tanaman sela, lahan tidur, lahan perkotaan, dan pertanian pekarangan. Tapi tentu saja perlu dukungan dana untuk itu,” ujar Sonson.

Sonson juga mengatakan, ekstensifikasi perlu dilakukan secara masif karena konversi lahan juga terjadi secara masif. Konversi lahan pertanian di Jabar selama 10 tahun terakhir mencapai 36.389 hektare. Sehingga, produksi pertanian Jabar pun menurun. Padahal, kontribusi sektor pertanian Jabar pada nasional mencapai 60 persen.

Penurunan juga, terjadi di sektor peternakan. Peternakan Jabar berkontribusi 40 persen dengan nilai Rp 240 triliun. Dari jumlah itu, 10 persennya adalah peternakan rakyat atau setara Rp24 triliun. Saat pandemi, hampir setengah peternakan rakyat menghentikan produksi, dan setengahnya lagi berhenti. Sedangkan PMDN dan PMA merumahkan karyawannya sebanyak 30 persen-50 persen.

“Untuk menyelamatkan ketahanan pangan masyarakat, harus segera diantisipasi krisis supply dengan penyediaan kredit atau bantuan likuiditas produksi usaha, akses pemasaran hasil pertanian, serta bantuan program bagi dunia usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan,” paparnya.

Menurut Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan Ekonomi Jabar yang juga Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jabar, Setiawan Wangsaatmaja, mengatakan, sektor pertanian dapat mendongkrak ekonomi Jabar pada kuartal ketiga dan keempat. Setelah pada kuartal kedua, Jabar mengalami kontraksi ekonomi minus 5,90 persen.

“Dengan peningkatan di sektor pertanian ini, kita optimis, pada quarter ketiga nanti akan terjadi pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Berbagai upaya telah dan akan pemerintah lakukan bersama masyarakat demi percepatan pemulihan ekonomi Jabar,” ujar Setiawan.

Menurut Setiawan, sektor pertanian dapat menjadi andalan Jabar saat memulai pemulihan ekonomi. Pemerintah Provinsi Jabar, akan mengembangkan berbagai program pertanian di daerah yang berstatus Zona Hijau dalam level kewaspadaan Covid-19. Saat ini, ada 228 kecamatan berstatus Zona Hijau dan belum pernah memiliki kasus positif Covid-19. (Bhr)

 

Bagikan Artikel Ini:

Berita Terkait

Top